SIAPKAH UNAND UNTUK MENERAPKAN UU S1 MAX 5 TAHUN?
Kebijakan
baru dari kementerian pendidikan yaitu akan diberlakukannya S1 maksimal 5 tahun
yang tertuang pada Permendikbud 49/2014 tentang Standar Nasional
Pendidikan Tinggi (SNPT), persisnya pada pasal 17 ayat 3c, dengan memangkas
masa perkuliahan dari 7 tahun menjadi 5 tahun, dengan beban sks minimal yaitu
144 sks. Kebijakan yang di tunjukkan pada mahasiswa angkatan 2014, tidak untuk
seluruh mahasiswa dan mulai diterapkan pada tahun ini. Beberapa perguruan
tinggi mulai menerapkan kebijakan tersebut.
Dampak positif dari kebijakan
tersebut, yaitu dilihat dari segi ekonomi, sangat bagus
karena dengan pemangkasan masa perkuliahan adanya pengurangan subsidi pada bidang
pendidikan, sehingga pemerintah bisa mengalihkan ke sektor lainnya, dan
dapat menghemat anggaran pemerintah (APBN). Dan juga membantu mahasiswa dalam
penghematan biaya kuliah dan berkurangnya beban keluarga. Terlebih
lagi kurikulum setiap 4 tahun mengalami perubahan yang ditakutkan jika
mahasiswa melebihi batas waktu 5 tahun maka berportensi mahasiswa mengalami dua kurikulum yang berbeda, yang dampakanya kepada mahasiswa itu
sendiri. Kebijakan ini membuat resah dikalangan mahasiswa,
banyak yang menganggap kebijakan ini terlalu tergesa-gesa ditinjau dari sistem
perkuliahan yang berbeda-beda dari setiap perguruan tinggi di Indonesia. Banyak
pro dan kontra. Permasalah yang timbul adalah tantangan terbesar bagi negara, yaitu
dalam hal kesiapan pemerintah dalam menyediakan lapangan kerja setiap tahunnya.
Misalkan,
IPK seorang mahasiswa 2,75 atau dibawah 2,75 dengan batas waktu 5 tahun, untuk
memperbaikinya sangat sulit, pada akhirnya ia akan lulus dengan IPK seadanya. Apakah
akan memenuhi standar kerja? Jika kebijakan ini dibuat tanpa ada
solusi ataupun perbaikan dalam mengatasi pengangguran, maka yang ada menjadi
beban negara yaitu tingginya tingkat pengangguran untuk sarjana atau disebut
dengan pengangguran intelejensi. Seharusnya pemerintah harus memikirkan lagi
dampak tersebut. Apakah dengan kebijakan ini menghasilkan lulusan yang
berkualitas? Jika kebijakan sebelumnya dan kebijakan sekarang menghasilkan
output yang sama tanpa adanya perbedaan yang signifikan, sama saja. Hanya akan membuang-buang
waktu dan tenaga. Untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang mengarah pada bidang
pendidikan, yaitu terletak kepada kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang baik
mencerminkan kemajuan suatu negara, tidak harus memangkas masa perkuliahan. Kita
tahu sistem pendidikan di Indonesia pada tahap pembenahan apakah kebijakan ini solusi
yang tepat? Apakah kebijakan ini sesuai dengan Tri Dharma perguran tinggi yaitu
pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan, serta pengabdian kepada
masyarakat. Bagaimana kalau kebijakan tersebut hanya menimbulkan masalah? Perlu
adanya perbaikan sistem pendidikan, metode pendidikan, kurikulum, dan lain-lain
untuk pencapaian cita-cita bangsa Indonesia.
Dewasa ini, dalam dunia kerja tidak
hanya mengandalkan kemampuan akademik melainkan softskill yang dimiliki. Mahasiswa sadar akan pentingnya softskill. Banyak mahasiswa melakukan
organisasi atau kegiatan-kegiatan lainnya untuk menunjang softskill. Kebijakan ini akan menghambat aktivis kampus, karena
ketika masa perkuliahan yang bisa dikatakan “singkat”, mereka akan berfokus
pada akademik dan meninggalkan organisasi yang masa jabatannya belum habis. Akan
menimbulkan permaslahan yang kompleks apalagi mahasiswa itu adalah petingi
dalam organisasi yang diikuti. Kalau tidak begitu akan mendapat sanksi berupa
Drop Out (DO). Pemerintah janganlah mementingkan egoismenya, bagaimana dengan
prodi eksak? akan banyak melakukan pratikum belum lagi organisasi yang diikuti.
Khususnya kedokteran yang memerlukan waktu 7 tahun untuk menyelesaikan studinya,
paling cepat sekitar 5 tahun, dan juga teknik. Mungkin untuk prodi sosial untuk
masa 5 tahun bisa meraka terapkan. Untuk prodi eksak akan cenderung berfokus
pada akademik, maka menghambat softskill dan dengan begitu tingkat persaingan
dalam dunia kerja juga menurun. Lebih parahnya lagi meningkatkan pengangguran
untuk sarjana, padahal mahasiswa adalah “penerus bangsa”. Ada mahasiswa dapat
bekerja dibawah tekanan ada yang tidak. Mahasiswa yang dibawah tekanan dengan
adanya kebijakan ini mungkin bisa mereka terapkan, lain lagi dengan mahasiswa
yang tidak bisa dibawah tekanan, ini akan menghambat kreativitas. Kualitas
mahasiswa tidak hanya dilihat dari seberapa cepat dia menyelesaikan studinya.
Terkadang mahasiswa yang lulus lebih lama adalah yang lebih unggul. Dengan
pengalaman organisasi yang diikutinya membuat dia menjadi mahasiswa lebih
kompeten. Bagaimana dengan mahasiswa yang melakukan BSS yaitu
Berhenti Studi Sementara. Karena dalam faktanya mahasiswa yang melakukan BSS
karena alasan pekerjaan. Mereka kuliah sambil berkerja untuk memenuhi biaya
kuliah mereka. Mereka mandiri secara financial
agar orang tua tidak terlalu terbebani. Akankah dengan tamat lewat dari 5 tahun
mengakibatkan DO untuk mereka, sangat disayangkan sekali.
Apa langkah
kongrit yang dilakukan Universitas Andalas untuk penerapan UU S1 maksimal 5
tahun? Untuk mengatisipasi keburukan yang timbul Unand harus siap dengan
perbaikan-perbaikan yang menunjang keberhasilan dalam mencetak lulusan yang
unggul. Yaitu infrastruktur seperti sarana dan prasarana. Akses kepada
kemudahan mahasiswa dalam belajar dan organisasi. Menurut Prof. Nasri Bachtiar
selaku wakil dekan 3 Fakultas Ekonomi bidang kemahasiswaan dijumpai di ruang
rapat dekanat Fakultas Ekonomi dalam menanggapi berlakunya kebijakan oleh
Permendikbud, seharusnya semakin aktif mahasiswa dalam organisasi (aktivis
kampus) semakin baik dalam pengontrolan waktu belajar. Ditekankan pada
mahasiswa tahun awal mulai aktif berkegiatan atau berorganisasi untuk
mempermudah kecepatan kelulusan. Dengan penyeimbangan antara akademik dan softskill maka mencetak mahasiswa yang
berkualitas. Apalagi tahun 2015 akan berlakunya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)
atau Association Economic ASEAN (AEC), diperlukan daya saing yang tinggi. Agar
tidak ketertinggalan diantara negara ASEAN lainnya pada bidang SDM.jangan sampai
kita menjadi penonton di negara sendiri. (Litbang)
Komentar
Posting Komentar